KAJIAN POTENSI WILAYAH PESISIR PANTAI BELAWAN KECAMATAN
MEDAN BELAWAN
OLEH :
GALIN PRAYOGA
090302060
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pesisir adalah wilayah yang unik, karena
dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan
dan lautan. Lebih jauh, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau
dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan
dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat
produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia.
Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan
sosial-ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan
terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik
pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir
(Nurmalasari, 2008)
Kawasan pesisir memiliki kekayaan dan kebhinekaan
sumberdaya alam. Pesisir pantai dan habitat (hutan bakau, estuari, daerah
tambak, terumbu karang, rumput laut, delta, dan lainnya) merupakan daerah yang
produktif secara biologi tetapi mudah mengalami degradasi karena dampak ulah
manusia atau karena peristiwa alamiah. Kawasan pesisir telah mensupport
sebagian besar penduduk dunia karena peranannya di bidang ekonomi dan budaya,
kawasan pesisir diharapkan akan menampung pertumbuhan penduduk pada masa depan.
Beban peningkatan jumlah penduduk mendorong peningkatan pembangunan yang
membawa dampak peningkatan polusi, berkurangnya habitat (jenis ikan satwa),
erosi pesisir/ pantai, intrusi air asin/ laut, dan dampaknya terhadap
peningkatan permukaan laut (Adisasmita, 2006).
Istilah daratan, pesisir, dan laut (samudera) secara
umum telah dikenal luas oleh masyarakat. Secara fisik, batas-batas antara
ketiganya bisa berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang dan pemakaiannya.
Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah
suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Mukhtasor, 2007).
Menurut Bengen dalam Mukhtasor (2007), mendefinisikan
wilayah pesisir di daratan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan
laut, yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut,
angin laut, dan intrusi garam. Sedangkan batasan wilayah pesisir di laut adalah
daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi
dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah laut yang dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia di daratan.
Perairan pesisir merupakan ruang. Di dalamnya terdapat
berbagai sumberdaya pesisir yang dimanfaatkan untuk kelangsungan kehidupan dan
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan sumberdaya pesisir biasanya
menimbulkan berbagai dampak ke perairan pesisir. Bahkan pemanfaatan sepanjang
sungai yang bermuara ke perairan pesisir sangat mempengaruhi kualitas air
perairan pesisir. Berbagai kegiatan yang dilakukan manusia dan disebabkan oleh
alam memiliki potensi mengancam ekosistem wilayah pesisir. Aneka pemanfaatan di
wilayah pesisir adalah tantangan pembangunan yang memerlukan rumusan
perencanaan terpadu dan berkelanjutan (Syahrin, 2011).
Perairan pesisir menjadi tempat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari para nelayan, tetapi juga sebagai tempat pembuangan
limbah cair dan pembuangan sampah. Selain itu perairan pesisir digunakan
sebagai pelabuhan arus perdagangan berbagai komoditi. Dilain pihak pesisir
merupakan sumber masukan pendapatan oleh pemerintah guna mendukung pembangunan
daerah. Dalam pencapaian target pembangunan lingkungan perairan pesisir
berkelanjutan diperlukan indikator kinerja yang tak terlepas dari indikator
pembangunan berkelanjutan mencakup faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan serta
kelembagaan. Faktor tersebut merupakan dasar pertimbangan dalam perencanaan,
pengelolaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan pengelolaan
pesisir (Syahrin, 2011).
Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk
mengetahui kondisi potensi pesisir Laut Belawan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Kawasan pesisir (coastal area) terdiri atas beberapa
ekosistem yang mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan organisme
yang ada pada ekosistem tersebut. Mangrove merupakan satu diantara beberapa
ekosistem yang terdapat pada kawasan pesisir. Keberadaan ekosistem mangrove
berkurang dari tahun ke tahun sebagai akibat terjadinya konversi lahan menjadi
kawasan pemukiman, industri, perkebunan, sarana jalan dan pembuatan tambak.
Salah satu dampak yang sangat terasa akibat ketidakbaradaan mangrove adalah
ketika terjadinya Tsunami di Propinsi Nangroe Aceh Darusssalam dan Propinsi
Sumatera Utara (Suryanti dan Marfai, 2008).
Daerah-daerah yang ditumbuhi oleh mangrove relatif
lebih terlindung dibanding daerah lain yang tidak ditumbuhi mangrove. Dalam
mengusahakan tambak masyarakat berfikir bahwa semakin luas areal yang mereka
usahakan semakin banyak hasil yang akan mereka dapatkan. Akibatnya masyarakat
melakukan pembabatan terhadap tumbuhan mangrove. Semakin luasnya ekosistem
mangrove yang dikonversi menjadi lahan-lahan tambak oleh masyarakat yang hidup
di kawasan pesisir jelas akan membahayakan pada kehidupan mereka.
Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan ekosistem
mangrove secara keseluruhan. Perubahan kondisi fisik lingkungan
(terjadinya intursi air laut, abrasi pantai dan lain-lain) dan biologi
(rusaknya tempat yang digunakan berbagai jenis hewan sebagai tempat mecari
makan, berkembang biak dan memijah berbagai jenis ikan dan udang)
Pemanfaatan berbagai jenis fungi yang diperkirakan
berperan dalam proses dekomposisi serasah daun mangove merupakan salah satu
usaha yang dapat digunakan untuk memanfaatkan potensi biologis yang
terdapat pada ekosistem mangrove. Potensi biologis sangat ramah
lingkungan dan berlangsung secara bersama-sama dengan komponen lain yang
terdapat pada ekosistem tersebut.
Namun demikian, wilayah pesisir dan laut, juga rentan
terhadap dampak pencemaran akibat aliran limbah dari daratan melalui sungai,
saluran yang menuju ke laut (ocean outfall) atau pembuangan
langsung ke laut. Secara fisik, kondisi perairan pesisir dan laut lepas
dipengaruhi oleh siklus hidrologi, hidrodinamika, topografi wilayah pesisir dan
laut, tata ruang (zonasi), dan intensitas kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam,
serta teknologi yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Kondisi ini mempengaruhi
sifat, pola, dan intensitas pencemaran yang mungkin akan terjadi akibat
kegiatan sosial ekonomi di wilayah pesisir dan laut (Mukhtasor, 2007).
Ekosistem mangrove yang terjadi karena perpaduan
antara habitat-habitat yang bertentangan adalah unik. Untuk menghadapi
lingkungan yang unik ini jasad-jasad hidup yang hidup di lingkungan ini telah
mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan yang unik tersebut.
Kemampuan adaptasi ini dapat dilihat pada sejumlah jenis mangrove yang termasuk
kedalam suku yang berbeda. Misalnya, meskipun di lingkungan ini banyak air
tetapi tercampur air asin sehingga sulit untuk digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. Untuk
memecahkan masalah ini hampir semua tumbuh-tumbuhan mangrove mempunyai kutikula
yang tebal untuk menyimpan air. Beberapa diantaranya mampu menyerap air laut
dan membuang garamnya melalui kelenjar pembuang garam, seperti Acanthus
ilicifolius dan Avicenniaspp. Selain itu mangrove
mempunyai sifat lain seperti stomata yang membenam. Sifat-sifat yang berkaitan
dengan penyimpanan air selain oleh asinnya air di sekitar sistem akar, mungkin
juga diakibatkan sengatan matahari yang tajam, suhu tinggi dan angin yang keras
(Romimohtarto dan Juwana, 2009).
Membanjirnya air pasang yang menggenangi
substrat dan mempersukar tumbuh-tumbuhan biasa untuk hidup disini. Tetapi
mangrove merah (Rhizophora spp) mempunyai akar tunggang (prop
root) untuk menunjang tegaknya pohon mangrove tersebut. Meskipun
demikian tumbuh-tumbuhan ini tentunya pernah mengalami kekurangan air. Ini
terbukti dengan dipunyainya tunas vegetatif yang memiliki sifat-sifat
tumbuh-tumbuhan yang menyesuaikan diri untuk menghadapi kekeringan.
Data yang digunakan dalam praktikum ini adalah data
dari citra satelit dan data vector. Selanjutnya dengan menggunakan remote sensingdan ector
informasi geografis (SIG) sehingga dapat ditentukan
sebaran dan luasan wilayah dari pesisir Sicanang.
Data Aster didapatkan melalui download situs ASTER GDEM, dalam bentuk directly, polygon, shapefile, and
coordinate. ASTER GDEM merupakan data ketinggian wilayah biasa
disebut Data Elevation Model (DEM) dan merupakan data raster hasil dari
perekaman satelit ASTER. Resolusi yang lumayan tajam ini yakni 1 arc sec (30 x
30 meter) membuatnya lebih banyak digunakan ketimbang data SRTM yang memiliki
resolusi lebih kecil yakni 3 arc sec (90 x 90 meter). Cara untukmendownload data
Aster adalah tentukan telebih dahulu data yang ingin di download,
sehingga dapatt diolah dalam SIG.
ArcView GIS 3.3 digunakan untuk
memasukkan data yang diambil dari lapangan dan data yang sudah tersedia
sehingga dapat diolah. Arc View GIS 3.3 merupakan sistem informasi
kebumian berbasis sistem komputer. Dalam berbagai perencanaan ArcView GIS 3.3
merupakan suatu model alternatif dari kegiatan dan prosess dalam lingkungan
dimana dapat dilakukan aktivitas pengukuran (measurement), pemetaan (mapping),
monitoring (monitoring), dan permodelan (modelling). Penggunaan ArcView GIS
mendukung untuk mendukung untuk perencanaan manajemen lahan secara potensial.
Secara spesifik input data, output dan kemampuan analisis pengambil putusan,
dieksekusi dalam ArcView GIS dan dievaluasi hasilnya (Ardi, 2010).
Global Mapper dari Intermap lebih
dari sekadar alat penayang yang menampilkan arsiran, elevasi, atau kumpulan
data ector yang paling ector: Perangkat ini juga dapat mengkonversi, mengedit,
mencetak, melacak GPS, dan memungkinkan Anda menerapkan fungsi SIG pada kumpulan
data Anda dalam satu paket perangkat lunak berbiaya rendah dan mudah digunakan.
Keuntungan Global
Mapper adalah: Melakukan perhitungan jarak dan luas dengan akurat,
pembauran arsir dan penyesuaian kontras, melihat elevasi, dan perhitungan garis
pandang untuk memaksimalkan presisi. Secara rutin menghemat waktu yang dihabiskan untuk
melakukan tugas berulang dengan menggunakan fungsi bahasa script yang built-in
dan konversi batch secara menyeluruh. Dengan cepat mendigitalkan fitur ector baru, mengedit
fitur yang sudah ada, dan dengan mudah menyimpannya ke format ekspor yang
didukung. Secara otomatis melakukan triangulasi dan grid
kumpulan data titik 3D untuk mengkonversi contoh kumpulan elevasi menjadi
kumpulan data yang sepenuhnya di-grid (www.tambang09unhas.co.cc, 2011).
Dokumentasi
Survei Lapangan dilakukan pada 10 titik yang berbeda dengan
jarak sekitar 50 meter. Pada saat ingin mengambil data koordinatnya menggunakan GPS dan
didokumentasikan melalui Camera Digital.
Data Adminsitrasi diperoleh dari situ
website kotamadya Medan. Dimana daerah Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan, dan daerah ini termasuk dalam Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.
PENUTUP
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa daerah
Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera
Utara telah banyak mengalami kerusakan. Hal ini tampak pada adanya ahli fungsi
mangrove menjadi tempat domestik masyarakat, pembangunan PLN, dan sebagainya.
Di daerah Belawan, pertumbuhan mangrove sudah semakin menurun seiring kemajuan
zaman. Pembangunan rumah, tower dan sebagainya membuat semakin punahnya
keberadaan mangrove.
Tetapi,
ada juga sebagian masyarakat sekitar melakukan reboisasi (penanaman kembali)
tumbuhan mangrove. Hal ini dikarenakan mangrove mempunyai banyak kegunaan
diantaranya dapat mencegah abrasi/ erosi, gelombang atau angin kencang,
pengendali intrusi air laut dan lain sebagainya. Tetapi, mangrove juga memiliki
manfaat ekonomis diantaranya dapat menghasilkan kayu (kayu konstruksi,
tiang/pancang, kayu bakar, arang, serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu), dan
hasil hutan ikutan (tannin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, dll) (Harahab,
2010).
Pada peta di atas ditunjukkan bahwa daerah Belawan memiliki kontur yang cukup rumit. Hal tersebut tampak pada sebagian daerah
hutan mangrove ada yang hampir semuanya telah ditebang dan
diganti dengan pemukiman penduduk. Namun di beberapa bagian lahan yang kosong,penduduk menanami dengan mangrove sehingga mangrove
yang telah ditebang digantikan dengan yang baru (melakukan
reboisasi). Pada beberapa bagian yang lain juga masih terlihat bahwa mangrove masih memenuhi
daerah tersebut, walaupun disekitar daerah
tersebut sudah mulai banyak ditemukan pondasi-pondasi tiang listrik PLN,
kemudian tidak jauh dari tempat itu juga didirikan tiang-tiang listrik yang
berdiri di antara hutan mangrove yang masih lebat.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan
Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Anonymous. 2011. Global Mapper. http://tambang09unhas.co.cc
Ardi. 2010. Cara Mendaftar Citra-Aster-Gdem.http://ardispasialnet.wordpress.com
Darmawan, Vina. 2008. Permintaan Lahan dan
Nilai Land Rent tambak udang di kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan.http://repository.ipb.ac.id (pdf).
Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi
Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir.
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Muhtasor, Ir, Dr. 2007. Pencemaran Pesisir
dan Laut. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Nurmalasari, Yessy 2008. Analisis Pengelolaan
Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. http://stmik.im.ac.id (pdf).
Romimohtarto, K., Juwana, S. 2009. Biologi
Laut. Djambatan. Jakarta.
Suryanti, Emi. Marfai, Aris., 2008. Adaptasi
Masyarakat Kawasan Pesisir terhadap Bahaya Banjir Pasang Air Laut. http://pdii.lipi.go.id (pdf).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar