Rabu, 10 April 2013


KAJIAN POTENSI WILAYAH PESISIR PANTAI BELAWAN KECAMATAN MEDAN BELAWAN



OLEH :

GALIN PRAYOGA
090302060









PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN





















PENDAHULUAN


Latar Belakang
Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir (Nurmalasari, 2008)
Kawasan pesisir memiliki kekayaan dan kebhinekaan sumberdaya alam. Pesisir pantai dan habitat (hutan bakau, estuari, daerah tambak, terumbu karang, rumput laut, delta, dan lainnya) merupakan daerah yang produktif secara biologi tetapi mudah mengalami degradasi karena dampak ulah manusia atau karena peristiwa alamiah. Kawasan pesisir telah mensupport sebagian besar penduduk dunia karena peranannya di bidang ekonomi dan budaya, kawasan pesisir diharapkan akan menampung pertumbuhan penduduk pada masa depan. Beban peningkatan jumlah penduduk mendorong peningkatan pembangunan yang membawa dampak peningkatan polusi, berkurangnya habitat (jenis ikan satwa), erosi pesisir/ pantai, intrusi air asin/ laut, dan dampaknya terhadap peningkatan permukaan laut (Adisasmita, 2006).
Istilah daratan, pesisir, dan laut (samudera) secara umum telah dikenal luas oleh masyarakat. Secara fisik, batas-batas antara ketiganya bisa berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang dan pemakaiannya. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Mukhtasor, 2007).
Menurut Bengen dalam Mukhtasor (2007), mendefinisikan wilayah pesisir di daratan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut, yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi garam. Sedangkan batasan wilayah pesisir di laut adalah daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan.
Perairan pesisir merupakan ruang. Di dalamnya terdapat berbagai sumberdaya pesisir yang dimanfaatkan untuk kelangsungan kehidupan dan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan sumberdaya pesisir biasanya menimbulkan berbagai dampak ke perairan pesisir. Bahkan pemanfaatan sepanjang sungai yang bermuara ke perairan pesisir sangat mempengaruhi kualitas air perairan pesisir. Berbagai kegiatan yang dilakukan manusia dan disebabkan oleh alam memiliki potensi mengancam ekosistem wilayah pesisir. Aneka pemanfaatan di wilayah pesisir adalah tantangan pembangunan yang memerlukan rumusan perencanaan terpadu dan berkelanjutan (Syahrin, 2011).
Perairan pesisir menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para nelayan, tetapi juga sebagai tempat pembuangan limbah cair dan pembuangan sampah. Selain itu perairan pesisir digunakan sebagai pelabuhan arus perdagangan berbagai komoditi. Dilain pihak pesisir merupakan sumber masukan pendapatan oleh pemerintah guna mendukung pembangunan daerah. Dalam pencapaian target pembangunan lingkungan perairan pesisir berkelanjutan diperlukan indikator kinerja yang tak terlepas dari indikator pembangunan berkelanjutan mencakup faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan serta kelembagaan. Faktor tersebut merupakan dasar pertimbangan dalam perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir (Syahrin, 2011).

Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kondisi potensi pesisir Laut Belawan.



TINJAUAN PUSTAKA


Kawasan pesisir (coastal area) terdiri atas beberapa ekosistem yang mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan organisme yang ada pada ekosistem tersebut. Mangrove merupakan satu diantara beberapa ekosistem yang terdapat pada kawasan pesisir. Keberadaan ekosistem mangrove berkurang dari tahun ke tahun sebagai akibat terjadinya konversi lahan menjadi kawasan pemukiman, industri, perkebunan, sarana jalan dan pembuatan tambak. Salah satu dampak yang sangat terasa akibat ketidakbaradaan mangrove adalah ketika terjadinya Tsunami di Propinsi Nangroe Aceh Darusssalam dan Propinsi Sumatera Utara (Suryanti dan Marfai, 2008).
Daerah-daerah yang ditumbuhi oleh mangrove relatif lebih terlindung dibanding daerah lain yang tidak ditumbuhi mangrove. Dalam mengusahakan tambak masyarakat berfikir bahwa semakin luas areal yang mereka usahakan semakin banyak hasil yang akan mereka dapatkan. Akibatnya masyarakat melakukan pembabatan terhadap tumbuhan mangrove. Semakin luasnya ekosistem mangrove yang dikonversi menjadi lahan-lahan tambak oleh masyarakat yang hidup di kawasan pesisir jelas akan membahayakan pada kehidupan  mereka. Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan ekosistem mangrove secara keseluruhan. Perubahan kondisi fisik lingkungan (terjadinya intursi air laut, abrasi pantai dan lain-lain) dan biologi (rusaknya tempat yang digunakan berbagai jenis hewan sebagai tempat mecari makan, berkembang biak dan memijah berbagai jenis ikan dan udang)
Pemanfaatan berbagai jenis fungi yang diperkirakan berperan dalam proses dekomposisi serasah daun mangove merupakan salah satu usaha yang dapat digunakan untuk memanfaatkan potensi biologis yang terdapat  pada ekosistem mangrove. Potensi biologis sangat ramah lingkungan dan berlangsung secara bersama-sama dengan komponen lain yang terdapat pada ekosistem tersebut.
Namun demikian, wilayah pesisir dan laut, juga rentan terhadap dampak pencemaran akibat aliran limbah dari daratan melalui sungai, saluran yang menuju ke laut (ocean outfall) atau pembuangan langsung ke laut. Secara fisik, kondisi perairan pesisir dan laut lepas dipengaruhi oleh siklus hidrologi, hidrodinamika, topografi wilayah pesisir dan laut, tata ruang (zonasi), dan intensitas kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam, serta teknologi yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Kondisi ini mempengaruhi sifat, pola, dan intensitas pencemaran yang mungkin akan terjadi akibat kegiatan sosial ekonomi di wilayah pesisir dan laut (Mukhtasor, 2007).
Ekosistem mangrove yang terjadi karena perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan adalah unik. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini jasad-jasad hidup yang hidup di lingkungan ini telah mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan yang unik tersebut. Kemampuan adaptasi ini dapat dilihat pada sejumlah jenis mangrove yang termasuk kedalam suku yang berbeda. Misalnya, meskipun di lingkungan ini banyak air tetapi tercampur air asin sehingga sulit untuk digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. Untuk memecahkan masalah ini hampir semua tumbuh-tumbuhan mangrove mempunyai kutikula yang tebal untuk menyimpan air. Beberapa diantaranya mampu menyerap air laut dan membuang garamnya melalui kelenjar pembuang garam, seperti Acanthus ilicifolius dan Avicenniaspp. Selain itu mangrove mempunyai sifat lain seperti stomata yang membenam. Sifat-sifat yang berkaitan dengan penyimpanan air selain oleh asinnya air di sekitar sistem akar, mungkin juga diakibatkan sengatan matahari yang tajam, suhu tinggi dan angin yang keras (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
 Membanjirnya air pasang yang menggenangi substrat dan mempersukar tumbuh-tumbuhan biasa untuk hidup disini. Tetapi mangrove merah (Rhizophora spp) mempunyai akar tunggang (prop root) untuk menunjang tegaknya pohon mangrove tersebut. Meskipun demikian tumbuh-tumbuhan ini tentunya pernah mengalami kekurangan air. Ini terbukti dengan dipunyainya tunas vegetatif yang memiliki sifat-sifat tumbuh-tumbuhan yang menyesuaikan diri untuk menghadapi kekeringan.
Data yang digunakan dalam praktikum ini adalah data dari citra satelit dan data vector. Selanjutnya dengan menggunakan remote sensingdan ector informasi geografis (SIG) sehingga dapat ditentukan sebaran dan luasan wilayah dari pesisir Sicanang.
Data Aster didapatkan melalui download situs ASTER GDEM, dalam bentuk directly, polygon, shapefile, and coordinate. ASTER GDEM merupakan data ketinggian wilayah biasa disebut Data Elevation Model (DEM) dan merupakan data raster hasil dari perekaman satelit ASTER. Resolusi yang lumayan tajam ini yakni 1 arc sec (30 x 30 meter) membuatnya lebih banyak digunakan ketimbang data SRTM yang memiliki resolusi lebih kecil yakni 3 arc sec (90 x 90 meter). Cara untukmendownload data Aster adalah tentukan telebih dahulu data yang ingin di download, sehingga dapatt diolah dalam SIG.
ArcView GIS 3.3 digunakan untuk memasukkan data yang diambil dari lapangan dan data yang sudah tersedia sehingga dapat diolah. Arc View GIS 3.3 merupakan sistem informasi kebumian berbasis sistem komputer. Dalam berbagai perencanaan ArcView GIS 3.3 merupakan suatu model alternatif dari kegiatan dan prosess dalam lingkungan dimana dapat dilakukan aktivitas pengukuran (measurement), pemetaan (mapping), monitoring (monitoring), dan permodelan (modelling). Penggunaan ArcView GIS mendukung untuk mendukung untuk perencanaan manajemen lahan secara potensial. Secara spesifik input data, output dan kemampuan analisis pengambil putusan, dieksekusi dalam ArcView GIS dan dievaluasi hasilnya (Ardi, 2010).
Global Mapper dari Intermap lebih dari sekadar alat penayang yang menampilkan arsiran, elevasi, atau kumpulan data ector yang paling ector: Perangkat ini juga dapat mengkonversi, mengedit, mencetak, melacak GPS, dan memungkinkan Anda menerapkan fungsi SIG pada kumpulan data Anda dalam satu paket perangkat lunak berbiaya rendah dan mudah digunakan.
 Keuntungan Global Mapper adalah: Melakukan perhitungan jarak dan luas dengan akurat, pembauran arsir dan penyesuaian kontras, melihat elevasi, dan perhitungan garis pandang untuk memaksimalkan presisi. Secara rutin menghemat waktu yang dihabiskan untuk melakukan tugas berulang dengan menggunakan fungsi bahasa script yang built-in dan konversi batch secara menyeluruh. Dengan cepat mendigitalkan fitur ector baru, mengedit fitur yang sudah ada, dan dengan mudah menyimpannya ke format ekspor yang didukung. Secara otomatis melakukan triangulasi dan grid kumpulan data titik 3D untuk mengkonversi contoh kumpulan elevasi menjadi kumpulan data yang sepenuhnya di-grid (www.tambang09unhas.co.cc, 2011).
Dokumentasi Survei Lapangan dilakukan pada 10 titik yang berbeda dengan jarak sekitar 50 meter. Pada saat ingin mengambil data koordinatnya menggunakan GPS dan didokumentasikan melalui Camera Digital.
Data Adminsitrasi diperoleh dari situ website kotamadya Medan. Dimana daerah Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan, dan daerah ini termasuk dalam Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.























PENUTUP


Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa daerah Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara telah banyak mengalami kerusakan. Hal ini tampak pada adanya ahli fungsi mangrove menjadi tempat domestik masyarakat, pembangunan PLN, dan sebagainya. Di daerah Belawan, pertumbuhan mangrove sudah semakin menurun seiring kemajuan zaman. Pembangunan rumah, tower dan sebagainya membuat semakin punahnya keberadaan mangrove.
            Tetapi, ada juga sebagian masyarakat sekitar melakukan reboisasi (penanaman kembali) tumbuhan mangrove. Hal ini dikarenakan mangrove mempunyai banyak kegunaan diantaranya dapat mencegah abrasi/ erosi, gelombang atau angin kencang, pengendali intrusi air laut dan lain sebagainya. Tetapi, mangrove juga memiliki manfaat ekonomis diantaranya dapat menghasilkan kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang, serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu), dan hasil hutan ikutan (tannin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, dll) (Harahab, 2010).
Pada peta di atas ditunjukkan bahwa daerah Belawan memiliki kontur yang cukup rumit. Hal tersebut tampak pada sebagian daerah hutan mangrove ada yang hampir semuanya telah ditebang dan diganti dengan pemukiman penduduk. Namun di beberapa bagian lahan yang kosong,penduduk menanami dengan mangrove sehingga mangrove yang telah ditebang digantikan dengan yang baru (melakukan reboisasi). Pada beberapa bagian yang lain juga masih terlihat bahwa mangrove masih memenuhi daerah tersebut, walaupun disekitar daerah tersebut sudah mulai banyak ditemukan pondasi-pondasi tiang listrik PLN, kemudian tidak jauh dari tempat itu juga didirikan tiang-tiang listrik yang berdiri di antara hutan mangrove yang masih lebat.




DAFTAR PUSTAKA


Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Anonymous. 2011. Global Mapper. http://tambang09unhas.co.cc 
Ardi. 2010. Cara Mendaftar Citra-Aster-Gdem.http://ardispasialnet.wordpress.com 
Darmawan, Vina. 2008. Permintaan Lahan dan Nilai Land Rent tambak udang di kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan.http://repository.ipb.ac.id (pdf).
Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Muhtasor, Ir, Dr. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Nurmalasari, Yessy 2008. Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. http://stmik.im.ac.id (pdf).
Romimohtarto, K., Juwana, S. 2009. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Suryanti, Emi. Marfai, Aris., 2008. Adaptasi Masyarakat Kawasan Pesisir terhadap Bahaya Banjir Pasang Air Laut. http://pdii.lipi.go.id (pdf). 

tgs sig pak rusdi


KAJIAN POTENSI WILAYAH PESISIR PANTAI BELAWAN KECAMATAN MEDAN BELAWAN



OLEH :

GALIN PRAYOGA
090302060






PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN




PENDAHULUAN


Latar Belakang
Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir (Nurmalasari, 2008)
Kawasan pesisir memiliki kekayaan dan kebhinekaan sumberdaya alam. Pesisir pantai dan habitat (hutan bakau, estuari, daerah tambak, terumbu karang, rumput laut, delta, dan lainnya) merupakan daerah yang produktif secara biologi tetapi mudah mengalami degradasi karena dampak ulah manusia atau karena peristiwa alamiah. Kawasan pesisir telah mensupport sebagian besar penduduk dunia karena peranannya di bidang ekonomi dan budaya, kawasan pesisir diharapkan akan menampung pertumbuhan penduduk pada masa depan. Beban peningkatan jumlah penduduk mendorong peningkatan pembangunan yang membawa dampak peningkatan polusi, berkurangnya habitat (jenis ikan satwa), erosi pesisir/ pantai, intrusi air asin/ laut, dan dampaknya terhadap peningkatan permukaan laut (Adisasmita, 2006).
Istilah daratan, pesisir, dan laut (samudera) secara umum telah dikenal luas oleh masyarakat. Secara fisik, batas-batas antara ketiganya bisa berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang dan pemakaiannya. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Mukhtasor, 2007).
Menurut Bengen dalam Mukhtasor (2007), mendefinisikan wilayah pesisir di daratan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut, yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi garam. Sedangkan batasan wilayah pesisir di laut adalah daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan.
Perairan pesisir merupakan ruang. Di dalamnya terdapat berbagai sumberdaya pesisir yang dimanfaatkan untuk kelangsungan kehidupan dan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan sumberdaya pesisir biasanya menimbulkan berbagai dampak ke perairan pesisir. Bahkan pemanfaatan sepanjang sungai yang bermuara ke perairan pesisir sangat mempengaruhi kualitas air perairan pesisir. Berbagai kegiatan yang dilakukan manusia dan disebabkan oleh alam memiliki potensi mengancam ekosistem wilayah pesisir. Aneka pemanfaatan di wilayah pesisir adalah tantangan pembangunan yang memerlukan rumusan perencanaan terpadu dan berkelanjutan (Syahrin, 2011).
Perairan pesisir menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para nelayan, tetapi juga sebagai tempat pembuangan limbah cair dan pembuangan sampah. Selain itu perairan pesisir digunakan sebagai pelabuhan arus perdagangan berbagai komoditi. Dilain pihak pesisir merupakan sumber masukan pendapatan oleh pemerintah guna mendukung pembangunan daerah. Dalam pencapaian target pembangunan lingkungan perairan pesisir berkelanjutan diperlukan indikator kinerja yang tak terlepas dari indikator pembangunan berkelanjutan mencakup faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan serta kelembagaan. Faktor tersebut merupakan dasar pertimbangan dalam perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir (Syahrin, 2011).

Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kondisi potensi pesisir Laut Belawan.


TINJAUAN PUSTAKA


Kawasan pesisir (coastal area) terdiri atas beberapa ekosistem yang mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan organisme yang ada pada ekosistem tersebut. Mangrove merupakan satu diantara beberapa ekosistem yang terdapat pada kawasan pesisir. Keberadaan ekosistem mangrove berkurang dari tahun ke tahun sebagai akibat terjadinya konversi lahan menjadi kawasan pemukiman, industri, perkebunan, sarana jalan dan pembuatan tambak. Salah satu dampak yang sangat terasa akibat ketidakbaradaan mangrove adalah ketika terjadinya Tsunami di Propinsi Nangroe Aceh Darusssalam dan Propinsi Sumatera Utara (Suryanti dan Marfai, 2008).
Daerah-daerah yang ditumbuhi oleh mangrove relatif lebih terlindung dibanding daerah lain yang tidak ditumbuhi mangrove. Dalam mengusahakan tambak masyarakat berfikir bahwa semakin luas areal yang mereka usahakan semakin banyak hasil yang akan mereka dapatkan. Akibatnya masyarakat melakukan pembabatan terhadap tumbuhan mangrove. Semakin luasnya ekosistem mangrove yang dikonversi menjadi lahan-lahan tambak oleh masyarakat yang hidup di kawasan pesisir jelas akan membahayakan pada kehidupan  mereka. Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan ekosistem mangrove secara keseluruhan. Perubahan kondisi fisik lingkungan (terjadinya intursi air laut, abrasi pantai dan lain-lain) dan biologi (rusaknya tempat yang digunakan berbagai jenis hewan sebagai tempat mecari makan, berkembang biak dan memijah berbagai jenis ikan dan udang)
Pemanfaatan berbagai jenis fungi yang diperkirakan berperan dalam proses dekomposisi serasah daun mangove merupakan salah satu usaha yang dapat digunakan untuk memanfaatkan potensi biologis yang terdapat  pada ekosistem mangrove. Potensi biologis sangat ramah lingkungan dan berlangsung secara bersama-sama dengan komponen lain yang terdapat pada ekosistem tersebut.
Namun demikian, wilayah pesisir dan laut, juga rentan terhadap dampak pencemaran akibat aliran limbah dari daratan melalui sungai, saluran yang menuju ke laut (ocean outfall) atau pembuangan langsung ke laut. Secara fisik, kondisi perairan pesisir dan laut lepas dipengaruhi oleh siklus hidrologi, hidrodinamika, topografi wilayah pesisir dan laut, tata ruang (zonasi), dan intensitas kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam, serta teknologi yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Kondisi ini mempengaruhi sifat, pola, dan intensitas pencemaran yang mungkin akan terjadi akibat kegiatan sosial ekonomi di wilayah pesisir dan laut (Mukhtasor, 2007).
Ekosistem mangrove yang terjadi karena perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan adalah unik. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini jasad-jasad hidup yang hidup di lingkungan ini telah mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan yang unik tersebut. Kemampuan adaptasi ini dapat dilihat pada sejumlah jenis mangrove yang termasuk kedalam suku yang berbeda. Misalnya, meskipun di lingkungan ini banyak air tetapi tercampur air asin sehingga sulit untuk digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. Untuk memecahkan masalah ini hampir semua tumbuh-tumbuhan mangrove mempunyai kutikula yang tebal untuk menyimpan air. Beberapa diantaranya mampu menyerap air laut dan membuang garamnya melalui kelenjar pembuang garam, seperti Acanthus ilicifolius dan Avicenniaspp. Selain itu mangrove mempunyai sifat lain seperti stomata yang membenam. Sifat-sifat yang berkaitan dengan penyimpanan air selain oleh asinnya air di sekitar sistem akar, mungkin juga diakibatkan sengatan matahari yang tajam, suhu tinggi dan angin yang keras (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
 Membanjirnya air pasang yang menggenangi substrat dan mempersukar tumbuh-tumbuhan biasa untuk hidup disini. Tetapi mangrove merah (Rhizophora spp) mempunyai akar tunggang (prop root) untuk menunjang tegaknya pohon mangrove tersebut. Meskipun demikian tumbuh-tumbuhan ini tentunya pernah mengalami kekurangan air. Ini terbukti dengan dipunyainya tunas vegetatif yang memiliki sifat-sifat tumbuh-tumbuhan yang menyesuaikan diri untuk menghadapi kekeringan.
Data yang digunakan dalam praktikum ini adalah data dari citra satelit dan data vector. Selanjutnya dengan menggunakan remote sensingdan ector informasi geografis (SIG) sehingga dapat ditentukan sebaran dan luasan wilayah dari pesisir Sicanang.
Data Aster didapatkan melalui download situs ASTER GDEM, dalam bentuk directly, polygon, shapefile, and coordinate. ASTER GDEM merupakan data ketinggian wilayah biasa disebut Data Elevation Model (DEM) dan merupakan data raster hasil dari perekaman satelit ASTER. Resolusi yang lumayan tajam ini yakni 1 arc sec (30 x 30 meter) membuatnya lebih banyak digunakan ketimbang data SRTM yang memiliki resolusi lebih kecil yakni 3 arc sec (90 x 90 meter). Cara untukmendownload data Aster adalah tentukan telebih dahulu data yang ingin di download, sehingga dapatt diolah dalam SIG.
ArcView GIS 3.3 digunakan untuk memasukkan data yang diambil dari lapangan dan data yang sudah tersedia sehingga dapat diolah. Arc View GIS 3.3 merupakan sistem informasi kebumian berbasis sistem komputer. Dalam berbagai perencanaan ArcView GIS 3.3 merupakan suatu model alternatif dari kegiatan dan prosess dalam lingkungan dimana dapat dilakukan aktivitas pengukuran (measurement), pemetaan (mapping), monitoring (monitoring), dan permodelan (modelling). Penggunaan ArcView GIS mendukung untuk mendukung untuk perencanaan manajemen lahan secara potensial. Secara spesifik input data, output dan kemampuan analisis pengambil putusan, dieksekusi dalam ArcView GIS dan dievaluasi hasilnya (Ardi, 2010).
Global Mapper dari Intermap lebih dari sekadar alat penayang yang menampilkan arsiran, elevasi, atau kumpulan data ector yang paling ector: Perangkat ini juga dapat mengkonversi, mengedit, mencetak, melacak GPS, dan memungkinkan Anda menerapkan fungsi SIG pada kumpulan data Anda dalam satu paket perangkat lunak berbiaya rendah dan mudah digunakan.
 Keuntungan Global Mapper adalah: Melakukan perhitungan jarak dan luas dengan akurat, pembauran arsir dan penyesuaian kontras, melihat elevasi, dan perhitungan garis pandang untuk memaksimalkan presisi. Secara rutin menghemat waktu yang dihabiskan untuk melakukan tugas berulang dengan menggunakan fungsi bahasa script yang built-in dan konversi batch secara menyeluruh. Dengan cepat mendigitalkan fitur ector baru, mengedit fitur yang sudah ada, dan dengan mudah menyimpannya ke format ekspor yang didukung. Secara otomatis melakukan triangulasi dan grid kumpulan data titik 3D untuk mengkonversi contoh kumpulan elevasi menjadi kumpulan data yang sepenuhnya di-grid (www.tambang09unhas.co.cc, 2011).
Dokumentasi Survei Lapangan dilakukan pada 10 titik yang berbeda dengan jarak sekitar 50 meter. Pada saat ingin mengambil data koordinatnya menggunakan GPS dan didokumentasikan melalui Camera Digital.
Data Adminsitrasi diperoleh dari situ website kotamadya Medan. Dimana daerah Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan, dan daerah ini termasuk dalam Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.


PENUTUP


Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa daerah Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara telah banyak mengalami kerusakan. Hal ini tampak pada adanya ahli fungsi mangrove menjadi tempat domestik masyarakat, pembangunan PLN, dan sebagainya. Di daerah Belawan, pertumbuhan mangrove sudah semakin menurun seiring kemajuan zaman. Pembangunan rumah, tower dan sebagainya membuat semakin punahnya keberadaan mangrove.
            Tetapi, ada juga sebagian masyarakat sekitar melakukan reboisasi (penanaman kembali) tumbuhan mangrove. Hal ini dikarenakan mangrove mempunyai banyak kegunaan diantaranya dapat mencegah abrasi/ erosi, gelombang atau angin kencang, pengendali intrusi air laut dan lain sebagainya. Tetapi, mangrove juga memiliki manfaat ekonomis diantaranya dapat menghasilkan kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang, serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu), dan hasil hutan ikutan (tannin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, dll) (Harahab, 2010).
Pada peta di atas ditunjukkan bahwa daerah Belawan memiliki kontur yang cukup rumit. Hal tersebut tampak pada sebagian daerah hutan mangrove ada yang hampir semuanya telah ditebang dan diganti dengan pemukiman penduduk. Namun di beberapa bagian lahan yang kosong,penduduk menanami dengan mangrove sehingga mangrove yang telah ditebang digantikan dengan yang baru (melakukan reboisasi). Pada beberapa bagian yang lain juga masih terlihat bahwa mangrove masih memenuhi daerah tersebut, walaupun disekitar daerah tersebut sudah mulai banyak ditemukan pondasi-pondasi tiang listrik PLN, kemudian tidak jauh dari tempat itu juga didirikan tiang-tiang listrik yang berdiri di antara hutan mangrove yang masih lebat.




DAFTAR PUSTAKA


Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Anonymous. 2011. Global Mapper. http://tambang09unhas.co.cc 
Ardi. 2010. Cara Mendaftar Citra-Aster-Gdem.http://ardispasialnet.wordpress.com 
Darmawan, Vina. 2008. Permintaan Lahan dan Nilai Land Rent tambak udang di kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan.http://repository.ipb.ac.id (pdf).
Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Muhtasor, Ir, Dr. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Nurmalasari, Yessy 2008. Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. http://stmik.im.ac.id (pdf).
Romimohtarto, K., Juwana, S. 2009. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Suryanti, Emi. Marfai, Aris., 2008. Adaptasi Masyarakat Kawasan Pesisir terhadap Bahaya Banjir Pasang Air Laut. http://pdii.lipi.go.id (pdf).